Tidak sulit melihat bahwa Muhammad brengsek, perzinahan pun dilegalkan

Apakah Muhammad yang mempunyai istri-istri hingga jumlahnya pernah mencapai sebelas dan di antaranya ada tawanan perang, dapat dikatakan melakukan praktek zinah? Dengan mudah dijawab oleh Islam bahwa Muhammad sama sekali tidak melakukan praktek zinah karena semuanya sudah resmi dinikahi. Walaupun jumlah istri-istri Muhammad melebihi ambang batas yang diatur sendiri oleh Muhammad dan dimasukan ke dalam al-Quran bahwa seorang laki-laki boleh memiliki empat istri, tetapi di dalam al-Quran ada ayat yang mengatakan Muhammad sebagai nabi diijinkan melanggar aturan itu.

Aturan perkawinan buatan Muhammad yang dimasukkan ke dalam al-Quran yang menitik beratkan pada sahnya perkawinan sebagai syarat untuk melakukan hubungan seksual berpengaruh besar dalam pembentukan peradaban suatu bangsa karena perkawinan yang benar bukan lisensi untuk melakukan hubungan seksual tapi suatu tekad membangun keluarga sebagai masyarakat kecil yang manjadi bagian dari masyarakat luas. Di tangan keluarga sebagai masyarakat kecil itulah nasib bangsa di kemudian hari ditentukan, karena proses evolusi terjadi di dalam keluarga.

Bahwa aturan perkawinan yang menitik beratkan sahnya sebagai lisensi untuk melakukan hubungan seksual bukan untuk membangun keluarga pernah dikritik oleh Bung Karno di tahun 1940 dalam tulisan berjudul Islam Sontoloyo dan tulisan itu dimuat di majalah Panji Islam.”Dulu pernah saya melihat satu kebiasaan aneh di salah satu kota kecil di tanah Priangan. Di situ banyak sundal, banyak bidadari-bidadari yang menyediakan tubuhnya buat pelepas nafsu. Tetapi semua bidadari-bidadari itu bidadari Islam, bidadari yang tidak melanggar sesuatu syarak agama. Kalau tuan ingin melepaskan tuan punya birahi kepada salah seorang dari mereka, maka adalah seorang penghulu yang akan menikahkan tuan lebih dulu dengan dia buat satu malam. Satu malam itu tuan tuan punya istri yang sah, satu malam tuan boleh berkumpul dengan dia tanpa melanggar larangan zina. Keesokan harinya bolehlah tuan jatuhkan talak tiga kepada tuan punya kekasih tadi.” (DBR I, hal 497)

Menarik untuk dipertanyakan, mengapa Muhammad yang mengaku menjadi nabi untuk menyempurnakan Taurat dan Injil dapat mengeluarkan aturan perkawinan seperti itu yang katanya berasal dari Allah Swt. Ada baiknya kita buka bagaimana agama Yahudi membuat aturan perkawinan. Konsep perkawinan Yahudi dapat dibaca di Kitab Kejadian 2:24

“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”

Konsep dasar perkawinan dalam agama Yahudi adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan yang berhubungan menjadi satu badan. Perempuan yang menjadi istri laki-laki itu bukan hanya menjadi pemuas nafsu seksual, mejadi satu badan, tetapi perempuan itu adalah bagian istimewa dari laki-laki yang menjadi suaminya. Perhatikan cerit a berikut.

Kejadian 2:21-23 Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki."

Bagaimana sebuah rumah tanggga dapat dibangun diatur dalam Hukum Tarurat, kita buka Imamat 18:6-20

“ Siapapun di antaramu janganlah menghampiri seorang kerabatnya yang terdekat untuk menyingkapkan auratnya; Akulah TUHAN. Janganlah kausingkapkan aurat isteri ayahmu, karena ia hak ayahmu; dia ibumu, jadi janganlah singkapkan auratnya. Janganlah kausingkapkan aurat seorang isteri ayahmu, karena ia hak ayahmu. Mengenai aurat saudaramu perempuan, anak ayahmu atau anak ibumu, baik yang lahir di rumah ayahmu maupun yang lahir di luar, janganlah kausingkapkan auratnya. Mengenai aurat anak perempuan dari anakmu laki-laki atau anakmu perempuan, janganlah kausingkapkan auratnya, karena dengan begitu engkau menodai keturunanmu. Mengenai aurat anak perempuan dari seorang isteri ayahmu, yang lahir pada ayahmu sendiri, janganlah kausingkapkan auratnya, karena ia saudaramu perempuan. Janganlah kausingkapkan aurat saudara perempuan ayahmu, karena ia kerabat ayahmu. Janganlah kausingkapkan aurat saudara perempuan ibumu, karena ia kerabat ibumu. Janganlah kausingkapkan aurat isteri saudara laki-laki ayahmu, janganlah kauhampiri isterinya, karena ia isteri saudara ayahmu. Janganlah kausingkapkan aurat menantumu perempuan, karena ia isteri anakmu laki-laki, maka janganlah kausingkapkan auratnya. Janganlah kausingkapkan aurat isteri saudaramu laki-laki, karena itu hak saudaramu laki-laki. Janganlah kausingkapkan aurat seorang perempuan dan anaknya perempuan. Janganlah kauambil anak perempuan dari anaknya laki-laki atau dari anaknya perempuan untuk menyingkapkan auratnya, karena mereka adalah kerabatmu; itulah perbuatan mesum. Janganlah kauambil seorang perempuan sebagai madu kakaknya untuk menyingkapkan auratnya di samping kakaknya selama kakaknya itu masih hidup. Janganlah kauhampiri seorang perempuan pada waktu cemar kainnya yang menajiskan untuk menyingkapkan auratnya. Dan janganlah engkau bersetubuh dengan isteri sesamamu, sehingga engkau menjadi najis dengan dia.”

Istri pertama Muhammad adalah Khadijah, yang berusia 25 tahun lebih tua dari Muhammad dan perkawinan itu adalah perkawinan monogami yang baik, dari perkawinan itu lahir 4 anak perempaun dan 2 anak laki-laki. Muhammad dalam budaya suku Quraisy bisa menjalankan tugasnya sebagai suami yang baik. Setelah mengaku menjadi nabi dan setelah Khadijah meninggal, sikap Muhammad terhadap perempuan berubah. Memulai kehidupan di Madinah, Muhammad sudah dengan dua istri, satu mantan janda berusia sekitar 30 tahun dan satu lagi anak di bawah umur berusia sekitar 9 tahun. Hukum perkawinan yang kemudian dimasukkan ke dalam al-Quran adalah gambaran dari pandangan Muhammad setelah Khadijah meninggal. Muhammad mengkorfirmasi Hukum Taurat di atas dan memasukkan ke dalam al-Quran surat ke-4 ayat 22-23.

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
[281]. Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. Dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. Sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.

Mengenai larang hukum Taurat “janganlah engkau bersetubuh dengan isteri sesamamu” dikembangkanoleh Muhammad menjadi :

4:24. dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki[282] (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian[283] (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu[284]. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
[282]. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya.
[283]. Ialah: selain dari macam-macam wanita yang tersebut dalam surat An Nisaa' ayat 23 dan 24.
[284]. Ialah: menambah, mengurangi atau tidak membayar sama sekali maskawin yang telah ditetapkan.

Di dalam ayat di atas Muhammad melegalkan perzinahan asal pihal laki-laki membayar maharnya dan ayat ini yang dijadikan dasar para penghulu melakukan praktek seperti yang dikritik Sukarno. Apa Motivasi Muhammad mengeluarkan atruan seperti itu? Mari kita buka kaitannya dengan Injil.

Dalam hukum Taurat, untuk menjaga kekudusan perkawinan, perempuan yang kedapatan berzinah harus dihukum mati dengan cara dilempari batu sampai mati. Kasus itu pernah dibawa ke hadapan Yesus.

Yohanes 8:3-11 Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?" Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah. Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?" Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."

Persoalan zinah sudah ada sejak manusia ada. Hukum Taurat memberi hukum yang sangat berat kepada wanita yang berzinah tetapi Yesus mengajarkan jangan menghukum orang itu. Mengikuti ajaran Yesus bisa ditafsirkan Yesus membiarkan perzinahan tanpa dihukum. Kalau dilihat apa yang diajarkan Yesus secara keseluruhan, perkawinan adalah suatu yang kudus yaitu antara satu laki-laki dan satu permpuan dengan janji seumur hidup, perkawinan itu yang diberkati Tuhan, tapi penyelewengan dari perkawinan yang kudus yang hanya didasari nafsu menjadi tanggung jawab pelakunya, tidak bisa diberi sangsi hukum karena hal itu dilakukan atas kemauan bersama teapi tetap bukan hubungan yang diberkati Tuhan. Tidak semua perbuatan manusia berdampak sangsi hukum, ada bagian yang menjadi tanggungjawab pribadi.

Muhammad memberikan solusi atas persoalan itu yaitu melegalkan perzinahan dengan mahar melalui pernikahan untuk kemudian diberi talak sehingga orang yang harus dihukum karena zinah tinggal orang yang melakukan hubungan seksual di luar pernikahan yang sah. Kekudusan perkawinan yang melihbatkan berkat Tuhan tinggal menjadi stempel untuk mengesahkan sahnya hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Aturan yang dibuat Muhamamd jelas memperkosa hukum Tauran dan melecehkan Injil. Apakah orang yang akal-akalan mengelabui Tuhan masih boleh dijadikan panutan bagi bangsa ini, jawabannya berpulang kepada Anda semua.

Tidak ada komentar: